Hotel di Bukittinggi Diduga Langgar Izin, Bangunan Retak Warga Cemas

Bukittinggi, Sumbarjaya.com ~ Pembangunan sebuah Hotel di Jalan Teuku Umar, Benteng Pasar Atas, Guguak Panjang, Kota Bukittinggi, diduga kuat melanggar izin mendirikan bangunan (IMB).

Pantauan di lapangan, juga mengancam keselamatan warga di sekitarnya. Pengadilan Negeri Bukittinggi melalui Putusan Nomor 22/Pdt.G/2018/PN Bkt telah menyatakan, bahwa proyek tersebut terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan melanggar ketentuan izin yang berlaku, Kamis (16/10/2025).

Hotel yang sebelumnya merupakan rumah toko (ruko) milik AR dan RS itu, dalam IMB bernomor 644/137/IMB/DPMPTSPPTK-PP.B/2017 seharusnya dibangun sebagai ruko tiga lantai.

Namun, pemeriksaan di lapangan oleh Hakim dan Tim Ahli, menunjukkan bahwa bangunan tersebut dikembangkan menjadi Hotel empat lantai, bahkan kini tengah dilanjutkan secara diam-diam untuk menambah lantai lagi.

Pelanggaran izin itu tidak hanya berkaitan dengan perubahan fungsi bangunan, tetapi juga berdampak pada struktur dan keselamatan.

Pembangunan Pondasi Hotel dilaporkan telah merusak dinding beton bangunan di sebelahnya, menimbulkan keretakan hingga sepanjang 24 meter di lantai satu dan dua.

Pengadilan menyatakan tindakan tersebut sebagai perbuatan melawan hukum, atau misbruik van recht (penyalahgunaan hak), dan menghukum pemilik bangunan membayar ganti rugi materiil sebesar Rp27,8 juta.

Analisis Tim Ahli bangunan menyebutkan, proses Konstruksi Hotel tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, maupun ketentuan teknis bangunan tahan gempa.

Kota Bukittinggi, sebagai wilayah rawan gempa, seharusnya menerapkan standar konstruksi yang ketat, termasuk penerapan jarak antar bangunan atau dilatasi untuk menghindari risiko keruntuhan berantai.

“Pembangunan ini jelas menyalahi izin dan berpotensi membahayakan warga sekitar. Apalagi lokasi berada di kawasan padat yang rentan terhadap guncangan gempa,” ujar seorang anggota tim pemeriksa bangunan.

Dalam Peraturan Daerah Kota Bukittinggi Nomor 1 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung disebutkan bahwa bangunan yang merapat ke sisi lain harus dilengkapi surat pernyataan tidak keberatan dari pemilik tanah tetangga.

Fakta di persidangan menunjukkan surat tersebut tidak pernah diterbitkan. Warga sekitar bahkan sudah mengajukan keberatan sejak awal pembangunan pada tahun 2017.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran publik. Kasus serupa di berbagai daerah menunjukkan lemahnya pengawasan konstruksi dapat berakibat fatal.

Tragedi runtuhnya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, pada 29 September 2025 lalu yang menewaskan sejumlah santri menjadi pengingat nyata pentingnya penegakan aturan keselamatan bangunan.

Dari sejumlah warga dan pemerhati tata ruang mendesak Pemerintah Kota Bukittinggi untuk segera menghentikan seluruh aktivitas Pembangunan Hotel tersebut.

Mereka juga meminta, agar izin mendirikan bangunan dibekukan dan lokasi disegel, guna mencegah potensi bencana struktural yang dapat mengancam jiwa penghuni maupun masyarakat sekitarnya. (Red)